Ammara - Menumbuhkan Bibit Kesejahteraan bagi Petani di Baturraden

AYC Ammara with a farmer
Source: Ashoka Indonesia

Pertanian memiliki peranan penting dalam ketahanan pangan dan pembangunan suatu negara. Namun pada kenyataannya, banyak usaha masyarakat di bidang pertanian tidak berkembang dengan baik. Kehidupan petani masih belum sejahtera. Untuk itu, peran generasi muda sangat diharapkan untuk kemajuan sektor pertanian. 

Ammara, gadis 14 tahun asal Baturraden, menyadari keadaan pertanian di daerahnya sendiri dan mengembangkan inisiatif untuk membantu petani di desanya memasarkan produk mereka dengan cara yang lebih baik dan ramah lingkungan.  

Awal Perjalanan menuju Pembaharuan 

Tumbuh dan berkembang di Baturraden yang terkenal dengan usaha pertaniannya, Ammara dan teman-temannya telah hidup berdampingan dengan profesi tani sejak lama. Namun, mereka merasa belum mengenal betul lingkungan di sekitarnya. Saat mendapat tugas sekolah seputar keunikan di Baturraden, Ammara dan kelompoknya bersepakat untuk memperdalam pengetahuan mereka di bidang pertanian dengan melakukan kunjungan lapangan. 

Di tengah proses wawancara, seorang petani berkata, “Belajar yang pintar ya, Nak. Jangan menjadi seperti saya, susah hidupnya.” Ammara terkejut mendengar hal itu. Bukankah semua orang perlu makanan pokok, sehingga membutuhkan peran petani? Tapi mengapa untuk makan saja para petani merasa kesusahan? 

Rasa penasaran Ammara membawanya untuk menggali masalah itu dengan mendengarkan suara dari beberapa petani lain di sekitarnya. Ia mempelajari bahwa salah satu faktor utama penyebab harga jual yang rendah adalah kualitas produk tani yang buruk, termasuk bagaimana mereka mengolah dan mengemasnya, sehingga tidak bisa bersaing dengan produk-produk impor yang ada di pasar. Banyak yang memilih untuk langsung menjual hasil tani mereka kepada tengkulak atau di warung setempat dengan kemasan tas plastik sekali pakai, dan berakhir mendapatkan harga yang rendah. Uang tersebut rupanya masih belum cukup untuk menghidupi keluarga, dan mendukung biaya pendidikan anak-anak mereka. 

Selain itu, belum banyak petani dan perambah yang paham mengenai praktik pertanian yang berkelanjutan. Petani madu di hutan memanen madu dengan cara menebang pohon. Hal ini menyebabkan banyak kerusakan lingkungan di sekitar Ammara. 

Demi masa depan lingkungan dan anak-anak para petani, Ammara bertekad untuk melakukan sesuatu terhadap hal ini dan meningkatkan kesejahteraan para petani di Baturraden. Jika petani tidak sejahtera, tidak akan ada yang mau melanjutkan profesi ini. Anak-anak muda akan memilih untuk mencari pekerjaan kantoran di kota. Lalu, siapa yang akan memproduksi pangan kita? Ammara mengalami isu ini secara langsung, dan ia sadar bahwa desanya membutuhkan sebuah perubahan. Ia harus bertindak. 

Hambatan yang Melahirkan Solusi Bersama 

Di sekolah, Ammara menyampaikan kepada gurunya mengenai masalah pertanian yang ditemuinya di Baturraden, serta keinginannya untuk berbuat sesuatu. Guru Ammara menyarankan untuk menceritakan apa yang ada di benaknya kepada beberapa teman. Siapa tahu, ada di antara mereka yang memiliki visi yang sama sehingga Ammara tidak berjalan sendirian.  

Kedua teman Ammara, Ayman dan Alfiandito, ternyata memiliki keprihatinan yang sama. Mereka melanjutkan diskusi di sela jam istirahat, hingga tercetus sebuah pertanyaan, “Bagaimana ya jika ada suatu organisasi yang bisa membantu petani di Baturraden?” “Kenapa tidak kita yang memulai inisiatif itu?!”. Maka, lahir lah Batuva yang merupakan singkatan dari ‘Bantu Va Tani’. 

Selamat satu bulan penuh, Ammara dan kedua temannya memulai perjalanan mereka dengan mengunjungi rumah para petani di sekitarnya untuk memahami kebutuhan petani dan bagaimana mereka bisa membantu. Tidak sedikit yang merasa heran dan menganggap mereka masih terlalu muda untuk dapat menyelesaikan permasalahan para petani. Beberapa di antaranya menertawakan inisiatif Batuva. 

Tidak menyerah, pengalaman itu justru menginspirasi Ammara, Ayman, dan Alfiandito untuk membangun ruang diskusi santai antar petani sebagai salah satu program Batuva bernama Eco-Edu. Diskusi ini bertujuan untuk membahas berbagai isu yang dihadapi petani, berbagi ilmu, pikiran, dan saling memotivasi untuk terus berkarya. 

Dari hasil diskusi itu mereka menyadari bahwa ekonomi menjadi salah satu topik yang sangat diperhatikan oleh petani. Untuk itu, Batuva juga memberikan peluang bagi para petani untuk bekerja sama dalam meningkatkan kualitas produk dan strategi pemasaran, sehingga petani dapat menghasilkan keuntungan yang lebih. 

Dalam prosesnya, Ammara menekankan pada aspek keberlanjutan pertanian di Baturraden, mulai dari teknik bercocok tanam dan budidaya lebah madu hingga pengemasan produk yang elok dan ramah lingkungan. Batuva berkembang menjadi sebuah brand produk-produk pertanian berkualitas yang lestari. Hal ini juga membuka wawasan bagi para petani untuk senantiasa menjaga alam, sumber utama kehidupan dan pendapatan mereka. 

Perlahan, sejumlah petani mulai melihat komitmen Batuva dan tertarik untuk terlibat dalam program-programnya. Mulai dari dua... lima... sembilan... kini, ada 23 petani bergabung dalam komunitas Batuva, di mana 14 di antaranya berkomitmen menjadi mitra usaha untuk mengembangkan produk tani yang berkualitas. 

Di tengah berbagai tantangan yang dihadapi seiring berkembangnya Batuva, Ammara selalu teringat pesan dari Ibunya yang senantiasa mendukung perjalanannya membawa perubahan,  

“Hari ini memang gelap, namun besok adalah lembaran baru. Kita harus tetap berjuang, dan menjadi terang di lingkungan yang gelap.” 

Batuva tidak hanya dijalankan oleh anak-anak muda yang peduli terhadap isu di sekitarnya, guru di sekolah Ammara dan orang tuanya pun turut mendukung dengan membuka wawasan dan memberi pencerahan bagi tim Batuva untuk meraih potensinya. 

Harapan Ammara untuk Baturraden di Masa Depan 

Kesempurnaan tidak datang begitu saja dalam proses pengembangan Batuva. Banyak kegagalan dan tantangan yang harus dihadapi. Namun Ammara percaya bahwa perubahan datang dari niat, dan permasalahan yang ada merupakan kesempatan untuk terus berkembang dan membawa perubahan. Inilah modal utama yang dimiliki oleh Ammara dan teman-temannya. 

Ketika pandemi Covid-19 melanda Indonesia, banyak petani yang terdampak dari kondisi kesehatan dan ekonomi yang tak menentu. Kegiatan pertemuan petani Eco-Edu pun terpaksa ditiadakan untuk sementara waktu. Alih-alih memperlambat gerak Ammara dan tim, kondisi ini justru memunculkan sebuah inovasi baru di Batuva.  

Demi membangkitkan semangat para petani dan menyuarakan isu pertanian di masyarakat, Ammara menghadirkan Jurnal Petani sebagai media yang mengangkat beragam cerita perjalanan petani selama pandemi. 

Dengan pendekatan berbagi cerita, Ammara berharap agar Batuva juga dapat menjangkau anak-anak muda untuk mengenalkan pentingnya keberlanjutan, hak-hak petani, dan meningkatkan ketertarikan di bidang pertanian. Ia ingin menginspirasi lebih banyak anak muda untuk melangkah dan menciptakan perubahan. 

Dalam perjalanannya, Ammara sadar bahwa dunia ini membutuhkan lebih banyak pembaharu seperti dirinya untuk menghadapi berbagai tantangan zaman yang ada dan membawa solusi kreatif. “Saya memulai Batuva karena ingin membawa perubahan dalam hidup saya,” Ammara menambahkan. “Dan dengan berbagi cerita [Batuva dan para petani], saya harap dapat menumbuhkan semangat pembaharuan di sekitar saya.”