Merni Manaulu: Perempuan Pejuang di Desa Juma Teguh

Ibu Merni Manaulu dan suaminya, Bapak Budiman Silaban, melalui Gerakan Pembaharuan Keluarga (GAHARU), menginspirasi perubahan positif di Desa Juma Teguh, Sumatera Utara. Mereka mengatasi berbagai tantangan, khususnya kekerasan dalam rumah tangga, dan memimpin dengan dedikasi untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Sarma - Gaharu Keluarga - Ashoka Indonesia

Ibu Merni Manaulu Perempuan Tangguh Pelaku Perubahan

Sarma - Gaharu Keluarga - Ashoka Indonesia

Kesejukan Desa Juma Teguh, Kecamatan Siempat Nempu, Kabupaten Dairi di Sumatera Utara mengantarkan saya mengenal desa dengan lingkungan hijau dan asri ini untuk saya dampingi. Dikelilingi dengan pegunungan dengan aliran sungai jernih, Desa Juma Teguh terasa memberikan rasa damai dan teduh. 

Desa ini juga yang mengenalkan saya pada pasangan Ibu Merni Manalu dan Bapak Budiman Silaban, yang sudah mengarungi bahtera rumah tangga selama 30 tahun. Pasangan ini memiliki 6 orang anak, masing-masing 3 perempuan dan 3 laki-laki.  Bagi Ibu Merni, kehidupan rumah tangganya tidaklah seberuntung rumah tangga keluarga lain.

Situasi ini seringkali membuat Ibu Merni sering merasa kecil hati. Namun setelah mengenal Gerakan Pembaharuan Keluarga atau GAHARU Keluarga, Ibu Merni akhirnya mampu melihat sisi lain dari setiap kisah pada masing-masing keluarga dan hal ini menguatkan Ibu Merni. Bahkan bersama sang suami, Bapak Budiman,  turut berjuang membantu banyak keluarga yang belum memahami bagaimana seharusnya konsep yang baik dalam berumah tangga.

Awal Perjuangan Ibu Merni 
Ibu Merni tinggal di lingkungan keluarga menengah ke bawah dengan pekerjaan sebagai petani. Ibu Merni dan Bapak Budiman memiliki pendapatan tidak menetap dan tinggal di rumah sederhana berdinding kayu. Bangunan rumah yang umum terlihat di Desa Juma Teguh.

Gagal panen, hasil pertanian tidak memuaskan seperti buah durian, pisang dan cabai yang busuk dan kering, hingga buah biji kopi menghitam adalah kondisi rutin yang selalu dialami pasangan ini juga keluarga lain di Desa Juma Teguh. Banyak faktor yang mempengaruhi situasi sulit ini, seperti serangan virus dan perubahan iklim yang tidak menentu. Kemiskinan dan ketidaktahuan menjadi akar dari kondisi psikologis desa ini.

Selain sebagai petani, Ibu Merni juga diakui dan dipercayai sebagai tokoh agama di Gereja Pentakosta. Setiap Minggu, Merni bisa memimpin ibadah di Gereja, juga ditugaskan untuk menghadapi keluarga yang berduka cita maupun bersuka cita. Ketika ada kematian, Merni dapat memimpin ibadah bagi keluarga yang berduka, menguatkan hingga upacara pemakaman. 

Di tengah gempuran perjuangan hidup keluarganya, Ibu Merni mulai melihat persoalan dari setiap keluarga dari kaca mata yang berbeda. Pada akhirnya, Ibu Merni menyadari bahwa setiap keluarga memiliki permasalahannya masing-masing, terutama tingginya konflik antar menantu dan mertua. Kondisi yang tidak dialami Ibu Merni, karena tidak pernah sempat mengenal sosok mertuanya. Ibu Merni pun merasa tergerak untuk lebih banyak tahu permasalahan apa saja yang sering terjadi pada setiap keluarga dan bagaimana cara mencari solusinya.

Ibu Merni menemukan, ada cukup banyak situasi keluarga dengan KDRT atau kekerasan dalam rumah tangga. Banyak suami yang memiliki karakter kasar karena gemar mengkonsumsi minuman keras dan mabuk-mabukan. Mereka juga bersifat pemalas dan tidak mau bekerja, sehari-harinya lebih memilih menghabiskan waktu di warung tuak. 

Hal ini memberi dampak besar pada perangai suami-suami tersebut terhadap istri dan anak-anaknya. Mulai dari tak pernah beribadah, tidak mampu mendidik anak dengan baik, tidak menghargai istri hingga lahirlah permasalahan baru lainnya terkait kesehatan anak secara fisik dan psikis. Dari sisi kesehatan fisik, banyak anak yang mengalami stunting, lainnya adalah pelarian kekosongan jiwa anak-anak tersebut untuk lari dari tekanan di rumah dengan memilih kesibukan melalui gawai atau HP hingga taraf kecanduan.

Kondisi yang rumit dan memprihatinkan ini bertambah kompleks dengan pola pikir kolot dari masyarakat di desa ini. Yaitu, masih menempatkan posisi anak perempuan sebagai gender nomor dua setelah anak laki-laki. Tetapi ironisnya, setelah lulus SMA anak perempuanlah yang punya kewajiban mencari nafkah untuk keluarga dengan mendorong mereka pergi merantau. Umumnya menuju pulau Batam atau menyeberang ke Negara Malaysia. Sementara, anak laki-laki tidak diwajibkan bekerja jauh, cukup hidup membantu keseharian orang tua kemudian dalam waktu dua tahun dinikahkan.

Anak perempuan maupun anak laki-laki, sama-sama tidak memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan yang baik dan tinggi. Pandangan minim masyarakat desa mengenai pentingnya pendidikan apalagi di zaman sekarang, belum sampai pada kesadaran titik tersebut. Belum ada keluarga yang memiliki anak dengan jenjang pendidikan hingga sarjana. 

Kondisi yang sungguh pelik ini, membuat Ibu Merni berpikir keras untuk membenahi kondisi masyarakat di Desa Juma Teguh. Begitu banyak yang harus diluruskan, hingga Ibu Merni harus berhati-hati melangkah karena yang dihadapi adalah pola pikir dan budaya setempat yang sudah mengakar. Ibu Merni ingin memulai langkah perbaikan tersebut dari hal yang paling mendasar. Seperti apa?

Langkah Ibu Merni pun Dimulai
Ibu Merni menyadari bahwa situasi yang begitu kompleks pada banyak keluarga harus mendapatkan penanganan yang tepat dan cepat. Mulailah Ibu Merni selangkah demi selangkah berjuang dan mencoba untuk melakukan penanganan awal kepada teman perempuan sekitarnya. 

Saat itu, Ibu Merni sudah  lama bergabung dengan PESADA yaitu sebuah lembaga penguatan perempuan dan anak. Seiring waktu, Merni mulai mendapatkan pemahaman mengenai Gerakan Pembaharu Keluarga atau GAHARU, sebuah komunitas yang secara rutin dan berkala mengadakan pertemuan bersama antar keluarga. 

Dalam setiap pertemuan bersama GAHARU, setiap keluarga dapat belajar bersama mengenai permasalahan dalam keluarga, yang baik maupun buruk. Diskusi dilakukan secara santai dan terarah serta diselingi dengan melakukan permainan. Yang menarik adalah, setiap keluarga melakukan aktivitas simulasi ke arah dan tujuan untuk membawa perubahan positif terhadap masing-masing keluarga.

Seiring waktu, berkat pemahaman dan pengalaman di berbagai kegiatan yang dilakukannya tersebut, Ibu Merni merasa semakin bersemangat dan termotivasi untuk membangun keluarga yang mampu membangun suasana menyenangkan di dalam rumahnya dan rumah-rumah lain di Desa Juma Teguh.

Keberadaan Ibu Merni sebagai tokoh agama dan pemimpin ibadah gereja dirasa mendukung tujuan baik yang diimpikan Ibu Merni untuk masyarakat desanya. Setiap memimpin ibadah pemberkatan pernikahan di Gereja serta mengikuti acara adat-istiadat dari pernikahan, Ibu Merni selalu berpesan dan mengingatkan kedua calon mempelai untuk menjauhkan diri mereka dari kekerasan dalam rumah tangga.

Selain menyisipkan pesan berumah tangga yang baik pada pasangan calon pengantin, Ibu Merni juga memperlakukan keluarga pengantin secara hormat apapun latar belakangnya. Sikap Ibu Merni ini terkait budaya di Desa Juma Teguh yang sangat kuat dengan nilai adat-istiadat, yaitu keluarga yang mampu merayakan pernikahan dengan meriah dinilai patut dihormati. Tetapi jika pernikahan tidak meriah maka perlakuan yang didapat menjadi sebaliknya.

Di Desa Juma Teguh, sangat lazim apabila terselenggara pernikahan secara adat, dengan acara yang meriah dan mewah, lengkap dengan sajian tarian Tor-Tor serta mengundang banyak warga. Bagi masyarakat Desa Juma Teguh, keluarga baru tersebut dianggap layak diakui, dihormati, dihargai. Sedangkan, jika tidak ada acara adat maka keluarga baru tersebut kurang diterima dan tersisihkan. 

Ibu Merni sebagai tokoh agama mencoba meluruskan sikap pilih kasih semacam itu, dengan memperlakukan keluarga atau pengantin baru tersebut setara dengan keluarga pasangan muda lainnya. Ibu Merni memberi contoh bahwa semua orang memiliki hak untuk dihargai dan dihormati apapun keadaannya, baik moril dan materiil.

Mendapatkan banyak pengalaman terkait psikososial baik dari lingkungan desa maupun domestik rumah tangga setiap keluarga dirasakan Ibu Merni sebagai pembelajaran sekaligus aktivitas yang membanggakan dan membuatnya bahagia. Ibu Merni semakin senang setelah sang suami, Bapak Budiman akhirnya mengenal PESADA dan terlibat melalui keikutsertaan di Komunitas Keluarga Pembaharu untuk GAHARU.

Hal ini membuat Ibu Merni semakin termotivasi untuk mendampingi keluarga yang mengalami permasalahan rumah tangga terutama KDRT, di antaranya ada teman-teman Ibu Merni sendiri. Ibu Merni turut merasakan rasa pedih dan sakit saat terjadi kekerasan sekaligus berusaha untuk menenangkan teman sebagai korban yang kesakitan secara fisik dan mental. Ibu Merni berupaya sabar ketika mendengarkan keluh kesah hingga kasus sampai di kepolisian untuk diselesaikan. 

Pengalaman lainnya, beberapa kali Ibu Merni dan Bapak Budiman terlibat dalam proses mediasi sebuah kasus pertengkaran rumah tangga. Pada setiap temuan kasus, Ibu Merni dan Bapak Budiman sepakat bahwa mereka harus terus menyuarakan pesan anti kekerasan fisik terhadap istri dan anak baik perempuan maupun laki-laki.

Ibu Merni dan Bapak Budiman, Pasangan Pelaku Perubahan

Ibu Merni dan Bapak Budiman dapat dikatakan sebagai pasangan suami istri yang mampu memberikan contoh bagaimana seharusnya kehidupan berumah tangga yang baik. Keduanya juga memiliki keberanian yang besar untuk melakukan banyak perubahan pada budaya setempat yang sudah tidak relevan dengan kondisi zaman sekarang.

Karakter dan sikap keluarga seperti beliau berdua ini yang diharapkan semakin banyak bertumbuh di Desa Juma Teduh. Diyakini, jika semua keluarga mampu membangun karakter yang baik dalam rumah tangganya, maka kehidupan masyarakat Desa Juma Teguh pun akan semakin baik dan meningkatkan kemajuan desa.

Dari data yang diperoleh oleh Komunitas Keluarga Pembaharu untuk wilayah Dairi dan Samosir terdapat 21 jumlah keluarga, terdiri dari 101 anggota keluarga. Jumlah tersebut terdiri atas  19 orang Ibu, 18 orang Ayah, 35 anak laki-laki dan 29 anak perempuan. 

Di antara 21 keluarga tersebut ada 2 Keluarga Pembaharu dari wilayah Dairi yang berstatus sebagai Perangkat Desa. Keluarga pertama terdiri dari sepasang suami istri yang memiliki pengaruh besar di desa. Lalu keluarga kedua adalah seorang Ibu yang berasal dari Samosir dengan status sebagai Ketua Panwaslu Kecamatan.

Program Kegiatan Keluarga Pembaharu yang sudah pernah dikenalkan dan diterapkan pada warga antara lain:

  • Memberi sosialisasi program pada para keluarga
  • Membuka wawasan dan pemahaman bagaimana cara berkomunikasi yang baik di keluarga
  • Membangkitkan motivasi untuk membangun sebuah keluarga yang solid
  • Mengajak untuk membiasakan saling menghargai dan saling menghormati antar anggota keluarga
  • Menciptakan hubungan antar anggota keluarga yang menyenangkan
  • Membangun kebiasaan berdiskusi antar anggota keluarga
  • Menyadari bahwa setiap orang termasuk anggota keluarga memiliki  kelebihan dan kelemahannya masing-masing yang layak diberi dukungan.

Selain poin di atas, Program Kegiatan Keluarga Pembaharu lainnya adalah forum diskusi dengan tujuan untuk dapat mengidentifikasi persoalan yang umum dihadapi. Termasuk juga diskusi tentang pengelolaan ekonomi rumah tangga. 

Hal lain di luar rumah tangga adalah mengenalkan pertanian organik, memberi edukasi tentang penyadaran gender dan Hak Kesehatan Seksual & Reproduksi (HKSR).  

Hasilnya, saat ini mulai ada beberapa laporan mengenai perubahan perilaku dari sisi para suami, yaitu mulai bersedia untuk melakukan ibadah. Lalu yang tak kalah menggembirakan adalah, para Bapak kepala keluarga ini mulai turut serta dalam setiap pertemuan Gaharu, dan mau merawat anak di rumah.

Tak jarang terlihat para Bapak yang bersedia hadir ke kantor desa Juma Teguh. Untuk bersama mendengarkan penyampaian tentang perlunya dukungan pemerintah daerah terhadap program Komunitas GAHARU untuk tujuan desa yang ramah perempuan dan anak. Kehadiran para Bapak atau suami ini menunjukkan dukungan terhadap program yang dilakukan oleh Komunitas GAHARU.

Hal ini tentu saja membuat bangga seluruh pendamping keluarga, termasuk saya. Apalagi ketika pada sebuah audiensi bersama Kepala Desa Juma Teguh, Ibu Dame Nababan menghasilkan sambutan baik untuk program yang diterapkan oleh Komunitas GAHARU dan sangat mendukung kegiatan ini, serta mengharapkan akan ada kerja sama yang erat untuk mewujudkan semua kebaikan ini bersama-sama. 

Beliau juga menyampaikan akan mengeluarkan SK (Surat Keterangan) mengenai keberadaan Komunitas GAHARU di desa Juma Teguh untuk mempermudah pengajuan program lainnya untuk melibatkan Komunitas GAHARU secara aktif dan terlibat dalam setiap kegiatan.

Walaupun Komunitas GAHARU kini sudah dikenal di Desa Juma Teguh berkat perjuangan Ibu Merni, tetapi perjalanan masih panjang. Untuk menyebarkan pembaharuan di Desa Juma Teguh, tidak cukup hanya 1 atau 19 keluarga, tetapi harus menjadi sebuah gerakan masif  yang aktif, hingga bisa berkembang lebih besar agar mampu bersama melakukan perubahan. 

Diharapkan, mulai dari tingkat keluarga atau rumah tangga, di komunitas sekitar, pada lingkungan adat, lembaga agama dan seluruh masyarakat bersatu mendukung perubahan untuk kebaikan bersama ini.

Tentunya, bersama PESADA kita semua akan lebih memperhatikan dan peduli pada masalah-masalah yang telah diuraikan di atas. Saya yakin tujuan untuk tumbuhnya keluarga pembaharu yang membawa perubahan, akan terwujud. 

 

 

(Sarma Erita Sigalingging dari PESADA, Change Leader Gaharu Keluarga. Pendamping Keluarga dan Penulis Kisah Baik Gaharu Keluarga Sumatera Utara)